Jumat, 09 November 2012

Pay IT Forward

Film adalah sebuah miniatur realita kehidupan yang sangat saya kagumi. Begitu nyata, begitu terasa. Sama halnya seperti beberapa novel yang pernah saya baca dan menjerumuskan saya pada suatu hal dalam kehidupan yang menjadikan nuansa yang berbeda. Seperti halnya Pay It Forward yang diangkat dari sebuah novel oleh Catherine Ryan Hyde ini. Dalam film, ada beberapa point yang dapat kita ambil, yang pertama adalah ketika Trevor memasuki kelas sosialnya yang diajarkan oleh Mr. Simonet. Dalam scene ini ada suatu pertanyaan yang membuat saya menyimak dan sedikit tertegun, “Apa yg diharapkan dunia dari kita?” Lalu trevor menjawab “Tidak ada” dengan polosnya anak kecil itu menjawab. Disaat kita kecil memang tidak ada satu hal pun kita khawatirkan, tidak bisa bermain itu adalah suatu hal yang biasa dan suatu kewajaran jika dikhawatirkan oleh seorang anak. Beranjak dewasa kita bekerja dan semakin besar tanggung jawab yang kita tanggung, baik untuk diri sendiri, orang lain, perusahaan tempat kita bekerja, Negara tempat kita merakyat, atau dunia yang kita diami ini akan semakin kompleks. Pay it Forward membuat kita berpikir bahwa, setiap orang membutuhkan orang lain, baik untuk hal besar maupun yang kecil. Sesuatu yang besar itupun akan dimulai dari hal-hal yang kecil, dari suatu ide yang berupa impian untuk merubah keadaan atau dunia sekalipun kita harus melakukan dengan tindakan, tanpa itu semua akan sia-sia. Dalam perbankan misalnya, Auditor Internal. Banyak yang tidak menyukai unit kerja yang satu ini, dan berimplikasi kepada individu yang menerima tanggung jawab sebagai Auditor. Hal ini pun berpengaruh pada hasil pelaporan yang diberikan, terkadang laporan dari internal auditor kurang atau tidak mendapat respon baik dari auditee. Lain halnya jika laporan yang diberikan oleh Audit external dari BI. Akan lebih terlihat perbedaan dalam penyelesaian hasil temuan, meskipun bentuk dan hasil temuan sama persis. Pada kenyataannya, Finding oleh auditor internal serta rekomendasi yang diberikan dalam satu kesatuan dalam bentuk laporan yang utuh kepada CEO, bisa diikuti atau tidak sama sekali dan itu merupakan kebijakan dari CEO itu sendiri. Lalu mengapa auditee harus menunda melakukan tindakan sebelum hal itu menjadi temuan dari pihak extern.? Mungkinkah pandangan auditee sudah sedemikian buruk dengan para Auditor intern.? Pada saat melakukan wawancara Trevor mengajak para pemirsa untuk bersedia memulai dari diri mereka sendiri untuk melakukan kebaikan kepada orang-orang disekitar mereka agar dunia ini menjadi dunia yang penuh kasih. Jika kita memulai sesuatu dengan pikiran yang positif baik pada pekerjaan maupun kehidupan pribadi, kita tidak akan menjadikan kesalahan pada pekerjaan kita sebagai suatu hal yang harus ditutup-tutupi, karena kesalahan adalah suatu hal yang wajar dilakukan oleh manusia selama bisa diperbaiki serta mau mengakui kesalahan dan bukan merupakan Fraud atau disengaja. Kontrol antara Auditor dengan Auditee berjalan dengan baik begitu juga dengan sesama rekan kerja, rekan bisnis atau yang biasa kita sebut hubungan Horizontal (antar sesama). Bagaimana dengan Tuhan/ Hubungan Vertical (Keatas), saya rasa ketika kita bisa berbuat baik dengan sesama, saling memberi tanpa menerima dan selalu berpikir positif dengan siapapun itu, sudah lebih dari cukup bagi-Nya. We Always Care.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Good Boy...

Anonim mengatakan...

we always cry,scofield